URGENSI BAHASA ARAB DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Bpk. Mas’udi, S.Fil.I, MA
Oleh :
Nama :
Nawwal Amalia Syafiq
NIM :
111520
Kelas :
PBA B
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN TARBIYAH/PBA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak manusia menuntut kemajuan dan
kehidupan, maka sejak itu timbul gagasan untuk melakukan pengalihan,
pelestarian, dan pengembangan kebudayaan melalui pendidikan. Maka dari itu
dalam sejarah pertumbuhan masyarakat, pendidikan senantiasa menjadi perhatian
utama dalam rangka memajukan kehidupan generasi demi generasi sejalan dengan
tuntutan kemajuan masyarakatnya.
Menurut keyakinan kita, sejarah pembentukan
masyarakat dimulai dari keluarga Adam dan Hawa sebagai unit terkecil dari
masyarakat besar umat manusia di muka bumi ini. Dalam keluarga Adam itulah
telah dimulai proses kependidikan umat manusia, meskipun dalam ruang lingkup
terbatas sesuai dengan kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya.
Manusia sebagai makhluk Tuhan, telah
dikaruniai Allah kemampuan-kemampuan dasar yang bersifat rohaniah dan
jasmaniah, agar dengan-Nya manusia mampu mempertahankan hidup serta memajukan
kesejahteraannya. Kemampuan dasar manusia tersebut dalam sepanjang sejarah
pertumbuhannya merupakan modal dasar untuk mengembangkan kehidupannya di segala
bidang.
Sarana utama yang dibutuhkan untuk
pengembangan kehidupan manusia tidak lain adalah pendidikan, dalam dimensi yang
setara dengan tingkat daya cipta, daya rasa, dan daya karsa masyarakat beserta
anggota-anggotanya.
Oleh karena antara manusia dengan
tuntutan hidupnya saling berpacu berkat dorongan dari ketiga daya tersebut,
maka pendidikan menjadi semakin penting. Bahkan boleh dikata, pendidikan
merupakan kunci dari segala bentuk kemajuan hidup manusia sepanjang sejarah.
Pendidikan berkembang dari yang
sederhana (primitif), yang berlangsung dalam zaman di mana manusia masih berada
dalam ruang lingkup kehidupan yang serba sederhana. Tujuan-tujuannya pun amat
terbatas pada hal-hal yang bersifat survival (bertahan hidup terhadap ancaman
alam sekitar). Yaitu keterampilan membuat alat-alat untuk mencari dan
memproduksi bahan-bahan kebutuhan hidup, beserta pemeliharaannya. Kemudian
diciptakan pula alat-alat untuk mengolah hasil-hasil yang diperoleh menjadi
bahan yang sesuai dengan kebutuhan.
Akan tetapi ketika manusia telah
dapat membentuk masyarakat yang semakin berbudaya dengan tuntutan hidup yang
makin tinggi, pendidikan ditujukan bukan hanya pada pembinaan keterampilan,
melainkan kepada pengembangan kemampuan-kemampuan teoritis dan praktis
berdasarkan konsep-konsep berpikir ilmiah.
Kemampuan konsepsional demikian
berpusat pada pengembangan kecerdasan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, faktor
daya pikir manusia menjadi penggerak terhadap daya-daya lainnya untuk
menciptakan peradaban dan kebudayaan yang makin maju pula. Maka dalam proses
perkembangan sejarah pendidikan, masyarakat manusia menciptakan bentuk-bentuk
kehidupan yang bersifat dinamis, oleh karena antara pendidikan dengan
masyarakat umat manusia terjadi proses saling pengaruh mempengaruhi
(interaktif). Disatu pihak masyarakat dengan cita-citanya, mendorong
terwujudnya pendidikan sebagai sarana untuk merealisasikan cita-citanya, sedang
dilain pihak pendidikan itu mencambuk masyarakatnya untuk bercita-cita lebih
maju lagi. Bahkan pendidikan dalam suatu waktu tertentu menjadi pendobrak
terhadap keterbelakangan cit-cita masyarakatnya.
Dengan demikian antara pendidikan
dan masyarakat terjadi perpacuan (kompetisi) untuk maju. Itulah salah satu ciri
dari masyarakat yang dinamis di mana pendidikan menjadi tumpuan kemajuan
perkembangan hidupnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan pendidikan?
2.
Apa hakikat dari bahasa?
3.
Bagaimana posisi bahasa dalam kehidupan manusia ?
4.
Mengapa bahasa Arab penting dalam
pendidikan?
PEMBAHASAN
1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah bimbingan atau
pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani
anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.[1]
Bilamana pendidikan kita artikan
sebagai latihan mental, moral, dan fisik (jasmaniah) yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan
tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah, maka
pendidikan berarti menumbuhkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan rasa
tanggung jawab. Usaha kependidikan bagi manusia menyerupai makanan yang
berfungsi memberikan vitamin bagi pertumbuhan manusia.[2]
Pendidikan sendiri dapat diperoleh
dimanapun dan kapanpun baik melalui pengalaman maupun pengajaran yang diperoleh
di rumah, di sekolah, bahkan perguruan tinggi. Banyak sekali cara untuk
memperoleh ilmu pendidikan.
Allah pun telah memerintahkan kita
untuk mencari ilmu baik berupa ilmu
agama maupun ilmu umum agar manusia dapat mengendalikan dunia dengan ilmu
tersebut. Perintah mencari ilmu adalah semua ilmu yang berguna bagi
kemaslahatan pribadi, masyarakat, dan dunia atau dengan kata lain mencari
seluruh ilmu yang bermanfaat bagi seluruh aspek kehidupan manusia. Ilmu
tersebut adalah ilmu agama dan umum, tapi pada dasarnya dalam Islam tidak ada
pemisahan antara dua ilmu tersebut, jadi ilmu tersebut dapat disebut ilmu
Islam.
Sepanjang sejarah dalam pendidikan
formal, seperti dalam pendidikan madrasah lebih ditekankan pada ilmu agama
seperti ilmu fiqh, ilmu hadist, ilmu tafsir, dan ilmu lainnya. Meski Islam pada
dasarnya tidak membedakan nilai ilmu agama dan nilai ilmu umum tetapi dalam
prakteknya supremasi lebih diberikan kepada ilmu agama. Ini disebabkan sikap
keagamaan dan kesalehan yang memandang ilmu agama sebagai “jalan tol” menuju
Tuhan. Dalam Islam ilmu-ilmu agama tidak mungkin diajarkan secara terpisah
dengan ilmu umum dan karenanya semakin banyak ulama’ mempertimbangkan
pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu dalam penafsiran Al-Qur’an dan
Al-Sunnah, dan untuk itu ilmu agama dengan ilmu umum dapat dikatakan sebagai
ilmu Islam (Mikael Stanten, 1994:53).[3]
Pendidikan bahasa Arab sebagai salah
satu ilmu, bagi seorang muslim merupakan bagian dari proses pembelajaran diri
pada nilai-nilai agama. Bahasa ibarat jendela yang akan mengantarkan ia pada
pemahaman ajaran agama. Dan bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an merupakan
tuntutan bagi tiap muslim untuk dapat mempelajarinya. Jika bahasa Inggris
diperlukan untuk komunikasi urusan dunia, maka bahasa Arab lebih dari itu. Bahasa
Arab menjadi salah satu pintu gerbang urusan dunia dan akhirat.
2.
Hakikat dan Fungsi Bahasa
Bahasa adalah realitas yang tumbuh
dan berkembang sesuai dengan tumbuh kembangnya manusia pengguna bahasa itu.
Realitas bahasa dalam kehidupan ini semakin menambah kuatnya eksistensi manusia
sebagai makhluk berbudaya dan beragama. Kekuatan eksistensi manusia sebagai
makhluk berbudaya dan beragama antara lain ditunjukkan oleh kemampuannya
memproduksi karya-karya besar berupa sains, teknologi, dan seni yang tidak
lepas dari peran-peran bahasa yang digunakannya. Namun dalam konteks lain,
bahasa bisa digunakan sebagai alat propaganda, bahkan peperangan yang bisa membahayakan sesama jika pengguna
bahasa tidak lagi melihat rambu-rambu agama dan kemanusiaan dalam penggunaannya.
Bahasa,
dengan demikian tidak lagi menjadi realitas yang sederhana, karena melibatkan
banyak aspek yang tidak bisa dianggap enteng. Melihat fenomena yang demikian
kompleks itu, bahasa hingga kini didefinisikan oleh para ahli dengan beragam
pengertian. Dalam makna lain bahwa bahasa sangat terbuka untuk dilihat dari
berbagai sudut pandang yang berbeda. Justru ragam definisi ini akan semakin
memberikan penjelasan tentang sosok bahasa yang sesungguhnya. Berikut ini
beberapa definisi dari bahasa :
Menurut
Al-Khuli (1982:148), bahasa adalah sistem suara yang terdiri atas simbol-simbol
arbitrer (manasuka) yang digunakan oleh seseorang atau sekelompok orang
untuk bertukar pikiran atau berbagi rasa.
Menurut
Ba’labaki (1990:272), bahasa adalah sistem yang terbentuk oleh simbol-simbol,
diusahakan, dan dapat berubah untuk mengekspresikan tujuan pribadi atau
komunikasi antarindividu.
Menurut
‘Abd al-Majid (1952:15), bahasa adalah kumpulan isyarat yang digunakan oleh
orang-orang untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, emosi, dan keinginan. Dengan
definisi lain, bahasa adalah alat yang digunakan untuk mendiskripsikan ide,
pikiran, atau tujuan melalui struktur kalimat yang dapat dipahami oleh orang
lain.[4]
Bahasa adalah alat verbal yang
digunakan untuk berkomunikasi, sedang berbahasa adalah proses penyampaian
informasi dalam berkomunikasi itu. Bahasa merupakan gambaran realitas.
Bahasa merupakan sistem simbol yang
memiliki makna. Bahasa merupakan alat komunikasi manusia, penuangan emosi,
pengejawantahan pikiran manusia dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam
mencari hakikat kebenaran hidup.
Bahasa merupakan suatu sistem simbol
yang tidak hanya merupakan urutan bunyi-bunyi secara empiris, melainkan
memiliki makna yang sifatnya non empiris.[5]
Dengan kemampuan berbahasa, manusia
dapat mengembangkan kebudayaannya sebab tanpa bahasa maka hilanglah kemampuan
manusia untuk meneruskan nilai-nilai budaya dari satu generasi ke generasi
lainnya.
Dengan bahasa manusia dapat berpikir
secara sistematis dan teratur. Dengan bahasa manusia dapat mengalahkan satwa.
Tanpa bahasa manusia tak berbeda dengan satwa (Aldous Huxley). Manusia sebagai
homo sapiens adalah makhluk yang berpikir dengan menggunakan simbol.[6]
3.
Bahasa Sebagai Pengalaman Dunia
Bahasa adalah
pengalaman dunia, manusia hidup di dalam suatu dunia karena bahasa. Pengalaman
yang bersifat kebahasaan adalah mutlak, yaitu melampaui segala relativitas dan
hubungan dimana berbagai realitas berada.
Bahasa menurut Gadamer bukanlah
sesuatu yang melengkapi manusia di dunia ini. Di dalam dan pada bahasa itulah
terletak suatu kenyataan bahwa manusia mempunyai dunia. Aspek-aspek dunia
terungkap di dalam bahasa. Maka bahasalah yang menciptakan kemungkinan bahwa
manusia dapat mempunyai dunia dan hanya manusialah yang mempunyai dunia. Dalam
pengertian ini dunia bukan diartikan sebagai suatu ruang di mana manusia hidup
sebagaimana binatang, melainkan dunia yang menyangkut seluruh dimensi hidup
manusia. Manusialah yang memiliki dunia karena hanya manusia jugalah yang
memiliki bahasa. Lewat bahasa dunia diungkapkan sehingga bahasa yang sebenarnya
adalah mengungkapkan dunia melalui kata-kata dan bukan melalui subjek.[7]
4.
Pentingnya Bahasa Arab dalam Lembaga Pendidikan
Bahasa asing atau al-lughoh
al-ajnabiyah dalam bahasa Arab dan foreign language dalam bahasa Inggris
secara umum adalah bahasa yang digunakan oleh orang asing. Pengertian asing
seperti dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi IV (2008:93)
adalah orang atau sesuatu yang berasal dari luar negeri atau luar lingkungan.
Pengertian ini menggambarkan bahwa bahasa asing adalah bahasa yang dipakai oleh
orang luar negeri atau luar lingkungan pribumi. Lebih jelas lagi, seorang
linguis kawakan Sri Utari Subyakto-Nabadan (1993:3) menggambarkan bahwa bahasa
asing adalah bahasa yang digunakan oleh orang asing, yakni orang yang ada di
luar lingkungan masyarakat dalam kelompok atau bangsa. Lebih lanjut Nabadan
menjelaskan, dari sudut pemerolehan, bahasa terbagi ke dalam tiga kategori,
yaitu bahasa ibu atau bahasa kesatu, bahasa kedua, dan bahasa asing.[8]
Dapat dipahami bahwa secara formal
bahasa Arab merupakan bahasa asing. Karena sebagai bahasa asing, sistem
pembelajarannya adalah pembelajaran bahasa asing, mulai dari tujuan, materi,
sampai kepada metode. Dengan demikian jika ada kalangan tertentu Indonesia yang
menganggap bahasa Arab bukan bahasa asing, maka itu tidak resmi karena di luar
patokan yang ditetapkan oleh pemerintah
Indonesia
Pendidikan bahasa Arab sangat
dibutuhkan dewasa ini di Indonesia, mengingat sedikitnya lembaga pendidikan
yang mengajarkan bahasa Arab dibandingkan dengan bahasa asing lainnya di negeri
yang mayoritas penduduknya muslim dan populasi muslim terbesar di dunia ini.
Tidak perlu diragukan lagi, memang
sepantasnya seorang muslim mencintai bahasa Arab dan berusaha menguasainya
karena Islam adalah agama wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad
SAW dengan perantaraan Malaikat Jibril. Wahyu yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad sebagai utusan terakhir, dihimpun
menjadi kitab suci Al-Qur’an yang berbahasa Arab. Allah telah menjadikan bahasa
Arab sebagai bahasa Al-Qur’an karena bahasa Arab adalah bahasa terbaik yang
pernah ada, sebagaimana firman Allah إنّا أنزلناه قرأنا
عربيا لعلّكم تعقلون yang artinya “ Sesungguhnya kami
menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya”.
Orang yang menguasai bahasa Arab
sangat mudah untuk mengajar semua cabang ilmu agama. Sebaliknya, alumni perguruan
tinggi agama yang bahasa Arabnya sangat minim, akan tidak efektif dalam
pelaksanaan tugasnya sebagai guru agama, sebab
فاقد الشيئ لا يعطى “those who have nothing
can give nothing”. Mereka yang tidak punya apa-apa tidak bisa memberi apa-apa.[9]
Karena bahasa Arab memiliki
keistimewaan dibanding dengan bahasa-bahasa dunia lainnya yaitu adanya ikatan kuat dengan
kehidupan, akhlaq, dan agama karena kitab suci agama Islam diturunkan dengan
bahasa Arab. Orang yang pandai bahasa Arab cenderung senang membaca kitab-kitab
para ulama’ yang berbahasa Arab dan tentu senang juga membaca dan menghafal
Al-Qur’an serta hadis-hadis Rosulullah sehingga hal ini bisa memperbagus akhlaq
dan agamanya.
Pendidikan bahasa Arab di Indonesia
sudah diajarkan mulai dari TK (sebagian) hingga perguruan tinggi. Berbagai
potret penyelenggaraan pendidikan bahasa Arab di lembaga-lembaga pendidikan
Islam setidaknya menunjukkan adanya upaya serius untuk memajukan sistem dan
mutunya. Secara teoritis, paling tidak ada empat orientasi pendidikan bahasa
Arab sebagai berikut :
1.
Orientasi religius, yaitu belajar bahasa
Arab untuk tujuan memahami dan memahamkan ajaran Islam (fahm al-maqru’).
Orientasi ini dapat berupa belajar keterampilan pasif (mendengar dan membaca),
dan dapat pula mempelajari keterampilan aktif (berbicara dan menulis).
2.
Orientasi akademis, yaitu belajar bahasa
Arab untuk tujuan memahami ilmu-ilmu dan keterampilan berbahasa Arab (istima’,
kalam, qira’ah, dan kitabah). Orientasi ini biasanya identik dengan studi bahasa
Arab di Jurusan Pendidikan Bahasa Arab, Bahasa dan Sastra Arab, atau pada
program Pascasarjana dan lembaga ilmiah lainnya.
3.
Orientasi profesional/praktis dan
pragmatis, yaitu belajar bahasa Arab untuk kepentingan profesi, praktis atau
pragmatis, seperti mampu berkomunikasi lisan (muhadatsah) dalam bahasa Arab
untuk bisa menjadi TKI, diplomat, turis, misi dagang, atau untuk melanjutkan
studi di salah satu Negara Timur Tengah, dan sebagainya.
4.
Orientasi ideologis dan ekonomis, yaitu
belajar bahasa Arab untuk memahami dan menggunakan bahasa Arab sebagai media
bagi kepentingan orientalisme, kapitalisme, imperialisme, dan sebagainya. Orientasi
ini antara lain, terlihat dari dibukanya beberapa lembaga kursus bahasa Arab di
negara-negara Barat.
Pendidikan
Bahasa Arab (PBA) di Indonesia relatif sudah tersebar di berbagai UIN, IAIN,
STAIN, dan sebagai PTAI swasta seperti Universitas Islam Jakarta. Hanya saja,
disiplin keilmuan ini masih tergolong “miskin” sumber daya manusia dan
sumber-sumber studi (refrensi).
Kurikilum
PBA pada UIN, IAIN, dan STAIN tampaknya merupakan hasil “ijtihad institusional”
masing-masing, bukan merupakan “ijtihad struktural" (baca: Departemen
Agama RI). Sejauh ini belum ada konsensus atau kesepakatan bersama mengenai
pentingnya kerjasama atau networking antar PBA untuk merumuskan
epistimilogy, arah kebijakan, dan kurikulum PBA secara lebih luas dan
komprehensif. Meskipun PBA FTK (Fakultas Tarbiyah dan Keguruan) menjadi semacam
“lokomotif atau kiblat” bagi PBA-PBA lainnya -antara lain karena berada di
pusat dan menjadi sasaran studi banding bagi PBA-PBA lainnya- namun tuntutan
dan kebutuhan untuk memperbaharui kurikulumnya sudah semakin mendesak, karena
perkembangan ilmu-ilmu bahasa Arab, sains, teknologi, dan sistem sosial
budaya cukup pesat.
Dalam
masyarakat dewasa ini mulai timbul keluhan atau kritik yang dialamatkan kepada
dunia pendidikan tinggi Islam, termasuk PBA, bahwa lulusan PBA kurang memiliki
kemandirian dan keterampilan berbahasa yang memadai, sehingga daya saing mereka
rendah dibandingkan dengan alumni lembaga lain. Kelemahan daya saing ini perlu
dibenahi dengan memberikan aneka “keterampilan plus”, seperti keterampilan
berbahasa Arab dan Inggris aktif (berbicara dan menulis), keterampilan
mengoperasikan berbagai aplikasi komputer, keterampilan meneliti, keterampilan
manajerial, dan keterampilan sosial.[10]
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan bahasa Arab sangat
dibutuhkan dewasa ini di Indonesia, mengingat sedikitnya lembaga pendidikan
yang mengajarkan bahasa Arab dibandingkan dengan bahasa asing lainnya di negeri
yang mayoritas penduduknya muslim dan populasi muslim terbesar di dunia ini.
Orang
yang menguasai bahasa Arab sangat mudah untuk mengajar semua cabang ilmu agama.
Sebaliknya, alumni perguruan tinggi agama yang bahasa Arabnya sangat minim,
akan tidak efektif dalam pelaksanaan tugasnya sebagai guru agama, sebab فاقد الشيئ لا يعطى “those who have nothing
can give nothing”. Mereka yang tidak punya apa-apa tidak bisa memberi apa-apa. Karena
bahasa Arab memiliki keistimewaan dibanding dengan bahasa-bahasa dunia lainnya
yaitu adanya ikatan kuat dengan kehidupan, akhlaq, dan agama karena kitab suci
agama Islam diturunkan dengan bahasa Arab.
DAFTAR
PUSTAKA
Tafsir Ahmad, 2008, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Uhbiyati Nur, 1999, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia.
Mufid Fathul, 2008, Filsafat Ilmu Islam, STAIN
KUDUS.
Djojosuroto
Kinayati, 2006, Filsafat Bahasa, Yogyakarta: Pustaka.
Kaelan,
1998, Filsafat Bahasa Masalah dan Berkembangnya, Yogyakarta: Paradigma.
Arsyad
Azhar, 2004, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Hermawan Acep, 2011,
Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
[1]
DR. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, 2008, Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, hal.24
[4]
Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, 2011, Bandung:
PT.Remaja Rosdakarya, hal. 8-9
[5]
Kinayati Djojosuroto, Filsafat Bahasa, 2006, Yogyakarta: Pustaka, hal.34
[6] ibid.
hal.47
[7]
Drs. Kaelan, M.S., Filsafat Bahasa Masalah dan Berkembangnya, 1998,
Yogyakarta: Paradigma, hal.213
[8]
Acep Hermawan, op.cit., hal.56
[9]
Prof. Dr. Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya, 2004,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal.10
[10] Acep
Hermawan, op.cit, hal.91
Tidak ada komentar:
Posting Komentar