Rabu, 05 Juni 2013

Urgensi Bahasa Arab Dalam Lembaga Pendidikan


URGENSI BAHASA ARAB DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN

Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Bpk. Mas’udi, S.Fil.I, MA




 Oleh :
Nama                         : Nawwal Amalia Syafiq    
NIM                : 111520
Kelas              : PBA B

 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN TARBIYAH/PBA
2012

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Sejak manusia menuntut kemajuan dan kehidupan, maka sejak itu timbul gagasan untuk melakukan pengalihan, pelestarian, dan pengembangan kebudayaan melalui pendidikan. Maka dari itu dalam sejarah pertumbuhan masyarakat, pendidikan senantiasa menjadi perhatian utama dalam rangka memajukan kehidupan generasi demi generasi sejalan dengan tuntutan kemajuan masyarakatnya.
            Menurut keyakinan kita, sejarah pembentukan masyarakat dimulai dari keluarga Adam dan Hawa sebagai unit terkecil dari masyarakat besar umat manusia di muka bumi ini. Dalam keluarga Adam itulah telah dimulai proses kependidikan umat manusia, meskipun dalam ruang lingkup terbatas sesuai dengan kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya.
            Manusia sebagai makhluk Tuhan, telah dikaruniai Allah kemampuan-kemampuan dasar yang bersifat rohaniah dan jasmaniah, agar dengan-Nya manusia mampu mempertahankan hidup serta memajukan kesejahteraannya. Kemampuan dasar manusia tersebut dalam sepanjang sejarah pertumbuhannya merupakan modal dasar untuk mengembangkan kehidupannya di segala bidang.
            Sarana utama yang dibutuhkan untuk pengembangan kehidupan manusia tidak lain adalah pendidikan, dalam dimensi yang setara dengan tingkat daya cipta, daya rasa, dan daya karsa masyarakat beserta anggota-anggotanya.
            Oleh karena antara manusia dengan tuntutan hidupnya saling berpacu berkat dorongan dari ketiga daya tersebut, maka pendidikan menjadi semakin penting. Bahkan boleh dikata, pendidikan merupakan kunci dari segala bentuk kemajuan hidup manusia sepanjang sejarah.
            Pendidikan berkembang dari yang sederhana (primitif), yang berlangsung dalam zaman di mana manusia masih berada dalam ruang lingkup kehidupan yang serba sederhana. Tujuan-tujuannya pun amat terbatas pada hal-hal yang bersifat survival (bertahan hidup terhadap ancaman alam sekitar). Yaitu keterampilan membuat alat-alat untuk mencari dan memproduksi bahan-bahan kebutuhan hidup, beserta pemeliharaannya. Kemudian diciptakan pula alat-alat untuk mengolah hasil-hasil yang diperoleh menjadi bahan yang sesuai dengan kebutuhan.
            Akan tetapi ketika manusia telah dapat membentuk masyarakat yang semakin berbudaya dengan tuntutan hidup yang makin tinggi, pendidikan ditujukan bukan hanya pada pembinaan keterampilan, melainkan kepada pengembangan kemampuan-kemampuan teoritis dan praktis berdasarkan konsep-konsep berpikir ilmiah.
            Kemampuan konsepsional demikian berpusat pada pengembangan kecerdasan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, faktor daya pikir manusia menjadi penggerak terhadap daya-daya lainnya untuk menciptakan peradaban dan kebudayaan yang makin maju pula. Maka dalam proses perkembangan sejarah pendidikan, masyarakat manusia menciptakan bentuk-bentuk kehidupan yang bersifat dinamis, oleh karena antara pendidikan dengan masyarakat umat manusia terjadi proses saling pengaruh mempengaruhi (interaktif). Disatu pihak masyarakat dengan cita-citanya, mendorong terwujudnya pendidikan sebagai sarana untuk merealisasikan cita-citanya, sedang dilain pihak pendidikan itu mencambuk masyarakatnya untuk bercita-cita lebih maju lagi. Bahkan pendidikan dalam suatu waktu tertentu menjadi pendobrak terhadap keterbelakangan cit-cita masyarakatnya.
            Dengan demikian antara pendidikan dan masyarakat terjadi perpacuan (kompetisi) untuk maju. Itulah salah satu ciri dari masyarakat yang dinamis di mana pendidikan menjadi tumpuan kemajuan perkembangan hidupnya.
  
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan?
2. Apa hakikat dari bahasa?
3. Bagaimana posisi bahasa dalam kehidupan manusia ?
4. Mengapa bahasa Arab penting  dalam pendidikan?

 BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Pendidikan
            Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.[1]
            Bilamana pendidikan kita artikan sebagai latihan mental, moral, dan fisik (jasmaniah) yang menghasilkan  manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah, maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan rasa tanggung jawab. Usaha kependidikan bagi manusia menyerupai makanan yang berfungsi memberikan vitamin bagi pertumbuhan manusia.[2]
            Pendidikan sendiri dapat diperoleh dimanapun dan kapanpun baik melalui pengalaman maupun pengajaran yang diperoleh di rumah, di sekolah, bahkan perguruan tinggi. Banyak sekali cara untuk memperoleh ilmu pendidikan.
            Allah pun telah memerintahkan kita untuk mencari ilmu baik berupa  ilmu agama maupun ilmu umum agar manusia dapat mengendalikan dunia dengan ilmu tersebut. Perintah mencari ilmu adalah semua ilmu yang berguna bagi kemaslahatan pribadi, masyarakat, dan dunia atau dengan kata lain mencari seluruh ilmu yang bermanfaat bagi seluruh aspek kehidupan manusia. Ilmu tersebut adalah ilmu agama dan umum, tapi pada dasarnya dalam Islam tidak ada pemisahan antara dua ilmu tersebut, jadi ilmu tersebut dapat disebut ilmu Islam.
            Sepanjang sejarah dalam pendidikan formal, seperti dalam pendidikan madrasah lebih ditekankan pada ilmu agama seperti ilmu fiqh, ilmu hadist, ilmu tafsir, dan ilmu lainnya. Meski Islam pada dasarnya tidak membedakan nilai ilmu agama dan nilai ilmu umum tetapi dalam prakteknya supremasi lebih diberikan kepada ilmu agama. Ini disebabkan sikap keagamaan dan kesalehan yang memandang ilmu agama sebagai “jalan tol” menuju Tuhan. Dalam Islam ilmu-ilmu agama tidak mungkin diajarkan secara terpisah dengan ilmu umum dan karenanya semakin banyak ulama’ mempertimbangkan pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu dalam penafsiran Al-Qur’an dan Al-Sunnah, dan untuk itu ilmu agama dengan ilmu umum dapat dikatakan sebagai ilmu Islam (Mikael Stanten, 1994:53).[3]
            Pendidikan bahasa Arab sebagai salah satu ilmu, bagi seorang muslim merupakan bagian dari proses pembelajaran diri pada nilai-nilai agama. Bahasa ibarat jendela yang akan mengantarkan ia pada pemahaman ajaran agama. Dan bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an merupakan tuntutan bagi tiap muslim untuk dapat mempelajarinya. Jika bahasa Inggris diperlukan untuk komunikasi urusan dunia, maka bahasa Arab lebih dari itu. Bahasa Arab menjadi salah satu pintu gerbang urusan dunia dan akhirat.
2. Hakikat dan Fungsi Bahasa
            Bahasa adalah realitas yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tumbuh kembangnya manusia pengguna bahasa itu. Realitas bahasa dalam kehidupan ini semakin menambah kuatnya eksistensi manusia sebagai makhluk berbudaya dan beragama. Kekuatan eksistensi manusia sebagai makhluk berbudaya dan beragama antara lain ditunjukkan oleh kemampuannya memproduksi karya-karya besar berupa sains, teknologi, dan seni yang tidak lepas dari peran-peran bahasa yang digunakannya. Namun dalam konteks lain, bahasa bisa digunakan sebagai alat propaganda, bahkan peperangan  yang bisa membahayakan sesama jika pengguna bahasa tidak lagi melihat rambu-rambu agama dan kemanusiaan dalam penggunaannya.
Bahasa, dengan demikian tidak lagi menjadi realitas yang sederhana, karena melibatkan banyak aspek yang tidak bisa dianggap enteng. Melihat fenomena yang demikian kompleks itu, bahasa hingga kini didefinisikan oleh para ahli dengan beragam pengertian. Dalam makna lain bahwa bahasa sangat terbuka untuk dilihat dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Justru ragam definisi ini akan semakin memberikan penjelasan tentang sosok bahasa yang sesungguhnya. Berikut ini beberapa definisi dari bahasa :
Menurut Al-Khuli (1982:148), bahasa adalah sistem suara yang terdiri atas simbol-simbol arbitrer (manasuka) yang digunakan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk bertukar pikiran atau berbagi rasa.
Menurut Ba’labaki (1990:272), bahasa adalah sistem yang terbentuk oleh simbol-simbol, diusahakan, dan dapat berubah untuk mengekspresikan tujuan pribadi atau komunikasi antarindividu.
Menurut ‘Abd al-Majid (1952:15), bahasa adalah kumpulan isyarat yang digunakan oleh orang-orang untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, emosi, dan keinginan. Dengan definisi lain, bahasa adalah alat yang digunakan untuk mendiskripsikan ide, pikiran, atau tujuan melalui struktur kalimat yang dapat dipahami oleh orang lain.[4]
            Bahasa adalah alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi, sedang berbahasa adalah proses penyampaian informasi dalam berkomunikasi itu. Bahasa merupakan gambaran realitas.
            Bahasa merupakan sistem simbol yang memiliki makna. Bahasa merupakan alat komunikasi manusia, penuangan emosi, pengejawantahan pikiran manusia dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam mencari hakikat kebenaran hidup.
            Bahasa merupakan suatu sistem simbol yang tidak hanya merupakan urutan bunyi-bunyi secara empiris, melainkan memiliki makna yang sifatnya non empiris.[5]     
            Dengan kemampuan berbahasa, manusia dapat mengembangkan kebudayaannya sebab tanpa bahasa maka hilanglah kemampuan manusia untuk meneruskan nilai-nilai budaya dari satu generasi ke generasi lainnya.
            Dengan bahasa manusia dapat berpikir secara sistematis dan teratur. Dengan bahasa manusia dapat mengalahkan satwa. Tanpa bahasa manusia tak berbeda dengan satwa (Aldous Huxley). Manusia sebagai homo sapiens adalah makhluk yang berpikir dengan menggunakan simbol.[6]
3. Bahasa Sebagai Pengalaman Dunia
            Bahasa adalah pengalaman dunia, manusia hidup di dalam suatu dunia karena bahasa. Pengalaman yang bersifat kebahasaan adalah mutlak, yaitu melampaui segala relativitas dan hubungan dimana berbagai realitas berada.
            Bahasa menurut Gadamer bukanlah sesuatu yang melengkapi manusia di dunia ini. Di dalam dan pada bahasa itulah terletak suatu kenyataan bahwa manusia mempunyai dunia. Aspek-aspek dunia terungkap di dalam bahasa. Maka bahasalah yang menciptakan kemungkinan bahwa manusia dapat mempunyai dunia dan hanya manusialah yang mempunyai dunia. Dalam pengertian ini dunia bukan diartikan sebagai suatu ruang di mana manusia hidup sebagaimana binatang, melainkan dunia yang menyangkut seluruh dimensi hidup manusia. Manusialah yang memiliki dunia karena hanya manusia jugalah yang memiliki bahasa. Lewat bahasa dunia diungkapkan sehingga bahasa yang sebenarnya adalah mengungkapkan dunia melalui kata-kata dan bukan melalui subjek.[7]
4. Pentingnya Bahasa Arab dalam Lembaga Pendidikan
            Bahasa asing atau al-lughoh al-ajnabiyah dalam bahasa Arab dan foreign language dalam bahasa Inggris secara umum adalah bahasa yang digunakan oleh orang asing. Pengertian asing seperti dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi IV (2008:93) adalah orang atau sesuatu yang berasal dari luar negeri atau luar lingkungan. Pengertian ini menggambarkan bahwa bahasa asing adalah bahasa yang dipakai oleh orang luar negeri atau luar lingkungan pribumi. Lebih jelas lagi, seorang linguis kawakan Sri Utari Subyakto-Nabadan (1993:3) menggambarkan bahwa bahasa asing adalah bahasa yang digunakan oleh orang asing, yakni orang yang ada di luar lingkungan masyarakat dalam kelompok atau bangsa. Lebih lanjut Nabadan menjelaskan, dari sudut pemerolehan, bahasa terbagi ke dalam tiga kategori, yaitu bahasa ibu atau bahasa kesatu, bahasa kedua, dan bahasa asing.[8]
            Dapat dipahami bahwa secara formal bahasa Arab merupakan bahasa asing. Karena sebagai bahasa asing, sistem pembelajarannya adalah pembelajaran bahasa asing, mulai dari tujuan, materi, sampai kepada metode. Dengan demikian jika ada kalangan tertentu Indonesia yang menganggap bahasa Arab bukan bahasa asing, maka itu tidak resmi karena di luar patokan yang ditetapkan oleh  pemerintah Indonesia
            Pendidikan bahasa Arab sangat dibutuhkan dewasa ini di Indonesia, mengingat sedikitnya lembaga pendidikan yang mengajarkan bahasa Arab dibandingkan dengan bahasa asing lainnya di negeri yang mayoritas penduduknya muslim dan populasi muslim terbesar di dunia ini.
            Tidak perlu diragukan lagi, memang sepantasnya seorang muslim mencintai bahasa Arab dan berusaha menguasainya karena Islam adalah agama wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantaraan Malaikat Jibril. Wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad  sebagai utusan terakhir, dihimpun menjadi kitab suci Al-Qur’an yang berbahasa Arab. Allah telah menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an karena bahasa Arab adalah bahasa terbaik yang pernah ada, sebagaimana firman Allah   إنّا أنزلناه قرأنا عربيا لعلّكم تعقلون   yang artinya “ Sesungguhnya kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya”.
            Orang yang menguasai bahasa Arab sangat mudah untuk mengajar semua cabang ilmu agama. Sebaliknya, alumni perguruan tinggi agama yang bahasa Arabnya sangat minim, akan tidak efektif dalam pelaksanaan tugasnya sebagai guru agama, sebab  فاقد الشيئ لا يعطى   “those who have nothing can give nothing”. Mereka yang tidak punya apa-apa tidak bisa memberi apa-apa.[9]
            Karena bahasa Arab memiliki keistimewaan dibanding dengan bahasa-bahasa dunia  lainnya yaitu adanya ikatan kuat dengan kehidupan, akhlaq, dan agama karena kitab suci agama Islam diturunkan dengan bahasa Arab. Orang yang pandai bahasa Arab cenderung senang membaca kitab-kitab para ulama’ yang berbahasa Arab dan tentu senang juga membaca dan menghafal Al-Qur’an serta hadis-hadis Rosulullah sehingga hal ini bisa memperbagus akhlaq dan agamanya.
            Pendidikan bahasa Arab di Indonesia sudah diajarkan mulai dari TK (sebagian) hingga perguruan tinggi. Berbagai potret penyelenggaraan pendidikan bahasa Arab di lembaga-lembaga pendidikan Islam setidaknya menunjukkan adanya upaya serius untuk memajukan sistem dan mutunya. Secara teoritis, paling tidak ada empat orientasi pendidikan bahasa Arab sebagai berikut :
1.      Orientasi religius, yaitu belajar bahasa Arab untuk tujuan memahami dan memahamkan ajaran Islam (fahm al-maqru’). Orientasi ini dapat berupa belajar keterampilan pasif (mendengar dan membaca), dan dapat pula mempelajari keterampilan aktif (berbicara dan menulis).
2.      Orientasi akademis, yaitu belajar bahasa Arab untuk tujuan memahami ilmu-ilmu dan keterampilan berbahasa Arab (istima’, kalam, qira’ah, dan kitabah). Orientasi ini biasanya identik dengan studi bahasa Arab di Jurusan Pendidikan Bahasa Arab, Bahasa dan Sastra Arab, atau pada program Pascasarjana dan lembaga ilmiah lainnya.
3.      Orientasi profesional/praktis dan pragmatis, yaitu belajar bahasa Arab untuk kepentingan profesi, praktis atau pragmatis, seperti mampu berkomunikasi lisan (muhadatsah) dalam bahasa Arab untuk bisa menjadi TKI, diplomat, turis, misi dagang, atau untuk melanjutkan studi di salah satu Negara Timur Tengah, dan sebagainya.
4.      Orientasi ideologis dan ekonomis, yaitu belajar bahasa Arab untuk memahami dan menggunakan bahasa Arab sebagai media bagi kepentingan orientalisme, kapitalisme, imperialisme, dan sebagainya. Orientasi ini antara lain, terlihat dari dibukanya beberapa lembaga kursus bahasa Arab di negara-negara Barat.
Pendidikan Bahasa Arab (PBA) di Indonesia relatif sudah tersebar di berbagai UIN, IAIN, STAIN, dan sebagai PTAI swasta seperti Universitas Islam Jakarta. Hanya saja, disiplin keilmuan ini masih tergolong “miskin” sumber daya manusia dan sumber-sumber studi (refrensi).
Kurikilum PBA pada UIN, IAIN, dan STAIN tampaknya merupakan hasil “ijtihad institusional” masing-masing, bukan merupakan “ijtihad struktural" (baca: Departemen Agama RI). Sejauh ini belum ada konsensus atau kesepakatan bersama mengenai pentingnya kerjasama atau networking antar PBA untuk merumuskan epistimilogy, arah kebijakan, dan kurikulum PBA secara lebih luas dan komprehensif. Meskipun PBA FTK (Fakultas Tarbiyah dan Keguruan) menjadi semacam “lokomotif atau kiblat” bagi PBA-PBA lainnya -antara lain karena berada di pusat dan menjadi sasaran studi banding bagi PBA-PBA lainnya- namun tuntutan dan kebutuhan untuk memperbaharui kurikulumnya sudah semakin mendesak, karena perkembangan ilmu-ilmu bahasa Arab, sains, teknologi, dan sistem sosial budaya  cukup pesat.
Dalam masyarakat dewasa ini mulai timbul keluhan atau kritik yang dialamatkan kepada dunia pendidikan tinggi Islam, termasuk PBA, bahwa lulusan PBA kurang memiliki kemandirian dan keterampilan berbahasa yang memadai, sehingga daya saing mereka rendah dibandingkan dengan alumni lembaga lain. Kelemahan daya saing ini perlu dibenahi dengan memberikan aneka “keterampilan plus”, seperti keterampilan berbahasa Arab dan Inggris aktif (berbicara dan menulis), keterampilan mengoperasikan berbagai aplikasi komputer, keterampilan meneliti, keterampilan manajerial, dan keterampilan sosial.[10]

 BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
            Pendidikan bahasa Arab sangat dibutuhkan dewasa ini di Indonesia, mengingat sedikitnya lembaga pendidikan yang mengajarkan bahasa Arab dibandingkan dengan bahasa asing lainnya di negeri yang mayoritas penduduknya muslim dan populasi muslim terbesar di dunia ini.
Orang yang menguasai bahasa Arab sangat mudah untuk mengajar semua cabang ilmu agama. Sebaliknya, alumni perguruan tinggi agama yang bahasa Arabnya sangat minim, akan tidak efektif dalam pelaksanaan tugasnya sebagai guru agama, sebab  فاقد الشيئ لا يعطى   “those who have nothing can give nothing”. Mereka yang tidak punya apa-apa tidak bisa memberi apa-apa. Karena bahasa Arab memiliki keistimewaan dibanding dengan bahasa-bahasa dunia lainnya yaitu adanya ikatan kuat dengan kehidupan, akhlaq, dan agama karena kitab suci agama Islam diturunkan dengan bahasa Arab.

DAFTAR PUSTAKA
Tafsir Ahmad, 2008,  Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung:   PT. Remaja Rosdakarya.
Uhbiyati Nur, 1999,  Ilmu Pendidikan Islam, Bandung:  Pustaka Setia.
Mufid Fathul, 2008, Filsafat Ilmu Islam, STAIN KUDUS.
Djojosuroto Kinayati, 2006, Filsafat Bahasa,  Yogyakarta: Pustaka.
Kaelan, 1998, Filsafat Bahasa Masalah dan Berkembangnya, Yogyakarta: Paradigma.
Arsyad Azhar, 2004, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hermawan Acep, 2011, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


[1] DR. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, 2008, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, hal.24
[2] Dra. Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, 1999,  Bandung:  Pustaka Setia, hal.12
[3] Drs. H. Fathul Mufid, M.Si, Filsafat Ilmu Islam, 2008,  STAIN KUDUS,  hal. 27
[4] Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, 2011, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, hal. 8-9
[5] Kinayati Djojosuroto, Filsafat Bahasa, 2006, Yogyakarta: Pustaka, hal.34
[6] ibid. hal.47
[7] Drs. Kaelan, M.S., Filsafat Bahasa Masalah dan Berkembangnya, 1998, Yogyakarta: Paradigma, hal.213
[8] Acep Hermawan, op.cit., hal.56

[9] Prof. Dr. Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya, 2004, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal.10
[10] Acep Hermawan, op.cit, hal.91

Tidak ada komentar:

Posting Komentar