FILSAFAT EKSISTENSIALISME
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
1. Latar Belakang
Masalah ilmu pengetahuan mungkin menjadi masalah terpenting bagi
kehidupan manusia. Hal itu menjadi ciri manusia senantiasa bereksistensi, tidak
hanya berada seperti batu atau rumput, tetapi mengada. Oleh karena itu manusia
berbudaya, mengembangkan ilmu pengetahuan dan menggunakannya untuk kehidupan
pribadi dan lingkungannya yang telah mereka antisipasikan.[1]
Orang yang memandang hidup sudah selesai mempunyai sikap pasrah dan
“menerima”, sementara kaum eksistensialis yang memandang hidup belum selesai
mempunyai sikap berusaha dan berjuang, hidup ini perlu dan harus diperbaiki.
Bagi orang yang merasa hidup sudah jadi, situasi hidup menjadi sama saja, tidak
ada situasi penting, mendesak, atau genting. Karena hidup selalu berjalan
normal.[2]
2. Rumusan
Masalah
1. Apa itu eksistensialisme?
2. Apa hubungan eksistensialisme dengan matrealisme dan idealisme?
2. Apa hubungan eksistensialisme dengan matrealisme dan idealisme?
3.
Apa saja ciri ajaran eksistensialisme?
4. Apa
saja prinsip-prinsip eksistensialisme?
5. Siapa
sajakah tokoh filsafat eksistensialsme?
II. PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Eksistensialisme
Secara etimology, menurut Save M. Dagun,kata
eksistensi berasal dari bahasa latin existere, yang berasal dari kata ex
(keluar) dan sitere (membuat berdiri).[3]
Oleh karena itu, kata eksistensi diartikan manusia berdiri sebagai diri sendiri
dengan keluar dari dirinya. Manusia sadar bahwa dirinya ada.[4]
Sedangkan secara terminology,
eksistensialisme adalah aliran filsafat yang memandang segala hal berpangkal
pada eksistensinya. Artinya, bahwa eksistensialisme merupakan cara manusia
berada atau lebih tepatnya mengada di dunia ini.
Menurut Mortin Heidegger (1889-1976)
“Das Wesen des Dasein Lieght in Seiner Existenz” (inti Dasein terletak pada
eksistensinya).[5]
Dasein berasal dari kata da (disana) dan sein (berada) sehingga Dasein berarti
berada disana, yaitu lebih menunjukkan tempat. Eksistensi adalah pangkalnya,
sedangkan dasein lebih menyangkut kehadirannya.[6]
Sedangkan menurut Sartre adanya manusia itu bukanlah “etre” melainkan “ a etre”
yang artinya manusia itu tidak hanya ada tetapi dia selamanya harus dibentuk
tidak henti-hentinya.
Eksistensialisme menurut wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang
bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam
mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui
mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar
bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas
menentukan sesuatu yang menurutnya benar.
Eksistensialisme adalah salah satu
aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi filsafat Barat. Eksistensialisme
mempersoalkan keber-Ada-an manusia, dan keber-Ada-an itu dihadirkan lewat
kebebasan.
Dalam studi sekolahan filsafat eksistensialisme paling dikenal
hadir lewat Jean-Paul Sartre, yang terkenal dengan diktumnya "human is
condemned to be free", manusia dikutuk untuk bebas, maka dengan
kebebasannya itulah kemudian manusia bertindak. Pertanyaan yang paling sering
muncul sebagai derivasi kebebasan eksistensialis adalah, sejauh mana kebebasan
tersebut bebas? atau "dalam istilah orde baru", apakah
eksistensialisme mengenal "kebebasan yang bertanggung jawab"? Bagi eksistensialis,
ketika kebebasan adalah satu-satunya universalitas manusia, maka batasan dari
kebebasan dari setiap individu adalah kebebasan individu lain.
Namun, menjadi eksistensialis, tidak harus menjadi seorang yang
lain-daripada-yang-lain, sadar bahwa keberadaan dunia merupakan sesuatu yang
berada diluar kendali manusia, tetapi bukan membuat sesuatu yang unik ataupun
yang baru yang menjadi esensi dari eksistensialisme. Membuat sebuah pilihan
atas dasar keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung jawabnya dimasa depan
adalah inti dari eksistensialisme.
Sebagai contoh, mau tidak mau kita akan terjun ke berbagai profesi seperti
dokter, desainer, insinyur, pebisnis dan sebagainya, tetapi yang dipersoalkan
oleh eksistensialisme adalah, apakah kita menjadi dokter atas keinginan orang
tua, atau keinginan sendiri.
Kaum eksistensialis menyarankan kita untuk membiarkan apa pun yang akan
kita kaji. Baik itu benda, perasaaan, pikiran, atau bahkan eksistensi manusia
itu sendiri untuk menampakkan dirinya pada kita. Hal ini dapat dilakukan dengan
membuka diri terhadap pengalaman, dengan menerimanya, walaupun tidak sesuai
dengan filsafat, teori, atau keyakinan kita. [7]
2. Eksistensialisme Sebagai Perlawanan
Matrealisme dan Idealisme
Eksistensialisme
sebagai perlawanan matrealisme dan idealisme dikemukakan oleh Danish Soren
Kiekegaard (1813-1855). Pada prinsipnya, matrealisme dinilai tidak lengkap,
demikian pula idealisme. Secara matrealisme, manusia dipandang hanya sebagai
objek, maksudnya, manusia hanya resultante atau akibat dari proses unsur-usur
kimia. Sedang, secara idealisme, manusia hanya subjek, manusia cukup diwakili
oleh kesadarannya.[8]
Selanjutnya,
eksistensialisme hadir membantah kedua prinsip tersebut, dalam eksistensialisme
dikatakan bahwa benda-benda “berada” sedangkan manusia “bereksistensi”.[9]
Bagi eksistensialisme, benda-benda materi, alam fisik, dunia yang terpisah dari
kehidupa manusia, tidak akan bermakna atau tidak mempunyai tujuan. Dunia dan
segala materi hanya akan bermakna karena manusia. Demikian dikemukakan oleh
Kneller.[10]
3. Ciri Ajaran
Eksistensialisme
Ciri ajaran
eksistensialisme antara lain:
a.
Motif pokok adalah yang disebut eksistensi,
yaitu cara manusia berada di dunia ini. Hanya manusia yang bereksistensi.
b.
Bereksistensi harus diartikan secara dinamis,
yakni setiap saat manusia menjadi lebih atau kurang dari keadaannya.
c.
Dalam eksistensialisme manusia dipandang
sebagai terbuka. Manusia adalah realitas yang belum selesai, yang masih harus
dibentuk. Pada hakikatnya, manusia terikat pada dunia sekitarnya,
terlebih-lebih pada sesama manusia.
d.
Eksistensi memberi tekanan pada pengalaman yang
konkrit, pengalaman yang eksistensial.[11]
4. Prinsip-prinsip Eksistensialisme
Prinsip-prinsip
eksistensialisme antara lain ;
a.
Tidak mementingkan metafisika (Tuhan),
memberikan pemahaman kepada individual, kebebasan dan penanggungjawabannya.
b.
Kebenaran lebih bersifat eksistensial daripada
proposional atau factual karena mausia tidak tunduk terhadap apa yang diluar
darinya, maka nilai-nilai tidak dicari dari luar diri manusia melainkan dicari
dari dalam manusia itu sendiri. Nilai hidup dalam diri manusia. Oleh karena
itu, apa yang disebut baik atau buruk tergantung atas keyakinan pribadinya.
c.
Eksistensialisme memandang individu dalam
kadaan tunggal selama hidupnya dan individu hanya mengenal dirinya dalam
interaksi dirinya sendiri dengan kehidupan.
d.
Tidak mementingkan jawaban-jawaban pasti
tehadap masalah-masalah filsafat yang penting. Eksistensialisme mengajarkan
manusia harus mencari jawaban-jawaban terhadap masalah-masalah denga cara
mengenal diri sendiri.
e.
Jiwa aliran ini mengutamakan manusia dalam
mempertahankan eksistensi pribadinya.[12]
5. Tokoh – tokoh aliran Eksistensialisme
a.
Soren Aabye Kiekeegaard
Inti
pemikirannya adalah eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang statis tetapi
senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari kemungkinan menuju suatu
kenyataan, dari cita-cita menuju kenyataan hidup saat ini. Jadi ditekankan
harus ada keberanian dari manusia untuk mewujudkan apa yang ia cita-citakan
atau apa yang ia anggap kemungkinan.
b.
Friedrich Nietzsche
Menurutnya
manusia yang berkesistensi adalah manusia yang mempunyai keinginan untuk
berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus menjadi manusia
super (uebermensh) yang mempunyai mental majikan bukan mental budak. Dan
kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan penderitaan karena dengan menderita
orang akan berfikir lebih aktif dan akan menemukan dirinya sendiri.
c.
Karl Jaspers
Memandang
filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada dirinya sendiri.
Eksistensialismenya ditandai dengan pemikiran yang menggunakan semua
pengetahuan obyektif serta mengatasi pengetahuan obyektif itu, sehingga manusia
sadar akan dirinya sendiri. Ada dua fokus pemikiran Jasper, yaitu eksistensi
dan transendensi.
d.
Martin Heidegger
Inti
pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara keberadaan yang lain, segala
sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri,
dan benda-benda yang ada diluar manusia baru mempunyai makna apabila dikaitkan
dengan manusia karena itu benda-benda yang berada diluar itu selalu digunakan
manusia pada setiap tindakan dan tujuan mereka.
e.
Jean Paul Sartre
Menekankan
pada kebebasan manusia, manusia setelah diciptakan mempunyai kebebasan untuk
menentukan dan mengatur dirinya. Konsep manusia yang bereksistensi adalah
makhluk yang hidup dan berada dengan sadar dan bebas bagi diri sendiri. [13]
III.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Eksistensialisme
adalah aliran filsafat yang menekankan eksistensia. Para pengamat
eksistensialisme tidak mempersoalkan essensia dari segala yang ada, karena
memang sudah ada dan tidak perlu dipersoalkan. Namun, mereka mempersoalkan
sebagaimana segala yang ada berada dan untuk apa berada. Eksistensialisme
sebagai bagian dari aliran filsafat mempunyai cara pandang yang cukup akrab
dengan kondisi riil dalam konteks kenyataan di lapangan. Sehingga filsafat ini lebih
mengandalkan eksistensi obyek dibanding harus memaknai obyek tersebut secara
lebih mendalam seperti mengkaji aspek metafisimennya.[14]
2.
Penutup
Demikianlah
makalah yang dapat disampaikan, apabila ada kekurangan dan kesalahan kami minta
maaf serta dengan senang hati kami menerima saran, masukan dan solusi yang
bersifat konstruktif. Akhir kata, semoga bermanfaat dan menambah khazanah bagi
kita semua. Amiien.
DAFTAR
PUSTAKA
1 Wiramiharjo, Sutardja A,2006,Pengantar
Filsafat,Bandung: Refika Aditama
2 Ash
Sadr, Muhammad Baqir, 1991,Filsafatuna, Bandung: Mizan Pustaka
3 Ramayulis dan Samsul Nizar, 2009, Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia
4 Surajio, 2005, Ilmu Filsafat Suatu
Pengantar, Jakarta: Bumi Aksara
5 http://id.wikipedia.org/wiki/Eksistensialisme#cite_note-0
6 Salam, Burhanuddin, 1997, Logika Materiil:
Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: PT Rinke Cipta
7 http://www.blogger.com/post-create.g?
[1] Wiramiharjo,
Sutardja A,2006,Pengantar Filsafat,Bandung: Refika Aditama
[2] Ash Sadr,
Muhammad Baqir, 1991,Filsafatuna, Bandung: Mizan Pustaka
[3] Ramayulis dan
Samsul Nizar, 2009, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia
[4] Surajio, 2005,
Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta: Bumi Aksara
[5] Wiramiharjo,
Sutardja A, 2006, Pengantar Filsafat, Bandung: Refika Aditama
[6] Op. Cit
[7]
http://id.wikipedia.org/wiki/Eksistensialisme#cite_note-0
[8]
Op. Cit
[9]
Surajio, 2005, Ilmu
Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta: Bumi Aksara
[10]
Salam, Burhanuddin, 1997, Logika Materiil: Filsafat Ilmu Pengetahuan,
Jakarta: PT Rinke Cipta
[11]
Ibid
[12]
Ramayulis dan
Samsul Nizar, 2009, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia
[13]
http://www.blogger.com/post-create.g?
[14]
Majid, Abdul. http://filsafat kita.f2gnet/alr3.atm